|
hajimari [kurtzee] #1
’Haruskah kamu pindah?' Pertanyaan satu itu terus mengiang di pikirannya, pertanyaan yang membuat hati gadis jangkung itu terasa begitu berat dan bisa membuat tekadnya yang kuat itu goyah. Kalau bukan karena laki-laki bermata biru keabuan itu yang bertanya, ia tidak akan memperdulikannya. Siapa laki-laki itu? Mengapa nampak memiliki pengaruh yang besar terhadap gadis yang selalu menggonta-ganti warna rambutnya itu? Laki-laki berkulit pucat, berambut hitam dan memiliki tindikan di bibir bawahnya itu adalah satu-satunya laki-laki yang bisa merebut hati gadis yang bernama lengkap Kurtzee Nichole Vaughn. Laki-laki yang selalu ia sayangi dan sangat berarti baginya itu bernama Oliver Remington. Walaupun begitu, gadis bermata coklat itu tetap berpegang teguh dengan tekadnya, sebuah tekad yang dapat merubah kehidupannya. Kurtzee merasa kalau dirinya sudah dewasa dan harus jauh lebih mandiri lagi, tidak mau menjadi anak yang selalu membebani kedua orang tuanya yang telah bercerai. Ia ingin bekerja, memiliki penghasilan dan hidup sendiri. Kurtzee diterima sebagai guru bahasa Jerman – Inggris di Jepang, sebelumnya hal ini memang tidak pernah terpikirkan olehnya. Namun saat ia mencari pekerjaan di internet, ia mencoba mengirimkan CV lengkap ke salah satu lembaga bimbingan belajar yang terletak di Tokyo bernama ‘The Institute of Foreign Language’. Ia mendapatkan biaya akomodasi penuh dari lembaga itu untuk berangkat menuju Jepang, namun ia harus mencari tempat tinggal yang pas dan nyaman disana. Kurtzee mendengar kalau biaya kehidupan disana itu sangat lah mahal, apartemen dan segala kebutuhan sehari-hari. Apakah lebih mahal daripada di Amerika atau Jerman? Ia rasa tidak. Sambil mendownload lagu-lagu dari band EMO kesukaannya, music video Jepang dan Korea, ia menemukan sebuah iklan dimana ada sebuah rumah yang nampak bagus dan nyaman untuk ditinggali. Untuk menyewa satu rumah sendirian sungguhlah mahal, namun iklan itu menyebutkan kalau satu rumah itu akan di tempati oleh empat orang dan biaya bulanannya akan di tanggung bersama. Tanpa berpikir banyak lagi, Kurtzee langsung membuat janji dengan sang pemilik rumah yang juga tinggal di sana dan besok mereka akan langsung bertemu di rumah itu. Sabtu pagi, Tokyo, Japan. “Wah, inikah Tokyo...” guman dirinya pelan sambil melihat keseluruhan stasiun dengan matanya yang nampak berbinar-binar. Walaupun ia menyukai artis-artis Jepang, ia belum pernah sama sekali menginjakkan kakinya di Negri Matahari terbit itu. Seperti biasa, hari ini ia mengenakan kaos hitam jangkis berlogo band EMO kesukannya, skinny jeans hitam dan sepatu Converse bermotif papan catur. Ia hanya berbekal satu tas gembol dan satu buah koper besar, ia sama sekali tidak membawa perabotan rumah. Karena Ibu nya berjanji akan mengirimkan barang-barangnya melalui paket kiriman kilat. Ya, Ibunya memang berasal dari keluarga mapan yang tinggal di kota Frankfurt, Jerman. Jadi tidak akan sungkan untuk mengeluarkan biaya yang besar demi anak nya sendiri kan? Sebenarnya Kurtzee tidak ingin merepotkan Ibu nya seperti itu, namun Ibu nya saja yang memaksa. Tapi Kurtzee sudah mengingatkan kalau jangan semua barang-barang dia dikirimkan, hanya yang terasa di butuhkan dan penting saja. Maklum, Ibunya terlalu overprotective. Dan sekarang bukan saatnya mengulas habis Ibunya yang cerewet itu, sekarang ia harus menuju ke rumah yang akan menjadi tempat persemayamannya selama di Jepang. Wajahnya yang selalu nampak jutek terhadap orang yang tidak ia kenali itu adalah tameng yang menutupi kalau sekarang sebenrnya ia panik. Kenapa panik? Kurtzee pemberani kan? Ya, dia memang disegani oleh preman-preman pinggiran kota, namun di Jepang ia adalah orang baru yang sama sekali tidak mengerti jalan bahkan belum lancar berbahasa Jepang. Mau tidak mau ia harus bertanya kepada orang lain, mata coklat keabuannya menyeruak memandangi orang-orang yang ada di stasiun itu. Telinganya yang tajam itu mendengar suara perempuan yang sedang bertanya kepada orang lain tentang alamat rumah, ia pun reflek menoleh. Seraya melihat sebuah gambar yang dipengang oleh gadis bercelana jeans kebiruan beserta jaket jeansnya itu ia langsung saja menyela pembicaraan kedua orang itu. “Ah, kau juga mau kesana? Aku ikut!” seru Kurtzee yang langsung merubah ekspresinya menjadi lebih gembira dan bersemangat. Wajar, ia merasa sungguh beruntung bukan main saat bertemu gadis cupu yang sangat jadul dan ketinggalan mode itu juga berniat menuju rumah yang sama dengannya. Di tahun modern seperti ini masih saja ada orang berdandanan seperti itu? Oh GOD. Entah dirinya harus merasa kasihan atau mencemoohnya, tapi itu hak gadis culun kuno itu lah, Kurtzee tidak akan memperdulikannya selama dirinya tetap keren. Cuma ia tidak habis pikir saja, ternyata masih ada anak kuper seperti itu. Tetapi demi tidak tersasar di Jepang, ia pun rela pergi bersama gadis yang ternyata ramah itu. “Are? Anda... mau kesana juga?” tanya gadis pendek yang nampak seperti bocah ingusan yang lepas dari pelukan Ibunya. “Ah! Oke kalau begitu! I’m so lucky!” ucapnya sambil mengarahkan tangan kanannya keatas. Mereka pun berjalan menuju rumah yang dituju, selama perjalanan, rasanya sungguh sepi. Layaknya kuburan tidak berpenghuni, tidak ada sepatah katapun yang keluar dari mulut gadis yang nampaknya bukan berasal dari benua Eropa atau Jepang. Warna kulitnya kuning langsat, tipikal-tipikal berkulit bagus kalau kata Tante-tante yang selalu menghabiskan waktunya di salon hanya untuk mencoklatkan kulitnya. Mereka bilang sih seksi, entah selera rendah macam apa pula itu. Tidak ada salahnya jika memulai percakapan terlebih dahulu kan? “Eh, maaf sebelumnya... Nama ku Kurtzee Nichole Vaughn, panggil saja Kurtzee.” ucapnya sambil menyimpulkan senyuman kepada gadis kuper jadul itu. “Ah, maaf, aku juga lupa. Aku Puri, Puri Ananda.” Perjalanan terasa begitu lama karena orang yang ada disamping dirinya itu begitu membosankan, nampak tidak punya style khusus yang menarik hatinya. Namun semua itu terbayar saat mata tajam ber eyelinernya itu melihat sebuah rumah yang sama persis dengan yang ia lihat saat di internet maupun dari foto milik gadis membosankan itu. Tanpa memberikan jeda sedetik pun kepada gadis yang mengakui kalau dirinya bernama Ananda itu, Kurtzee langsung saja menekan tombol bel rumah itu berkali-kali. Baginya, menekan bel rumah itu sangatlah menyenangkan, apalagi kalau setelah ia tekan ia langsung kabur bersembunyi sambil terkekeh. Label: Babak 1
|